Jumat, 04 Februari 2011

4 komentar

Jepang Negara yang Fleksibel atau Konservatif?

Jepang merupakan salah satu bahkan mungkin negara termaju di Asia. Jepang identik dengan kecanggihan teknologi, tetapi siapa yang tidak tahu bahwa pakaian tradisional Jepang adalah kimono? (tiba-tiba muncul sebuah pertanyaan di pikiran saya, pakaian tradisional amerika itu apa). Mungkin juga, sebagian besar dari kita membayangkan sakura, kuil atau rumah tradisional mereka yang akrab dengan tatami dan pintu gesernya yang terbuat dari kayu. Kesan awal saya terhadap Jepang adalah negara yang maju namun tetap menjaga identitas mereka.

Saya mengenal jepang awalnya dari manga, anime atau dorama. Di kisah percintaan, sering kali mengambil setting waktu valentine atau christmast. Setelah menjalani hidup di sini pun, saya jadi mengetahui bagaimana orang Jepang sangat menyukai yang namanya "Party" yang merupakan tradisi barat. Sebagai perbandingan, teman-teman saya yang berasal dari cina juga tidak terbiasa dengan yang namanya party. Selain itu, saya juga mendengar dari teman saya bahwa tingkat free sex Jepang juga semakin meningkat. Teman saya yang menghadiri suatu pesta pun bercerita bahwa beberapa teman Jepangnya terlihat berciuman dengan orang yang seharusnya bukan pacarnya di suatu pesta. Dari situ, saya menilai bahwa Jepang terlalu mengadopsi budaya barat.

Kontras dengan hal tersebut, saya sangat mengalami kesulitan dengan komunikasi sejak saya awal datang 5 bulan lalu. Orang Jepang yang mengerti dan bisa berbahasa inggris relatif sangatlah kecil, bahkan untuk kata-kata ringan. Jika dibandingkan dengan orang Indonesia, saya melihat masyarakat saya lebih bisa mengerti bahasa inggris dibandingkan dengan mereka, setidaknya kaum mahasiswa cukup mengerti bahasa inggris. Saya memiliki tutor dengan keterbatasan bahasa inggris dan tebak, untuk bisa berkomunikasi dengannya, saya menggunakan BAHASA JEPANG. Padahal sebelum datang kemari, kemampuan bahasa Jepang saya 0 besar! mungkin untuk masalah bahasa ini, dikarenakan perbedaan huruf yang cukup signifikan dimana jepang menggunakan hiragana, katakana, dan kanji.

Selain itu, saya baru menyadari betapa kuatnya bargaining power jepang. Tidak ada sekolah internasional di sini seperti di Indonesia . Anak-anak asing masuk ke sekolah yang sama dengan anak-anak Jepang bisa atau tidak bisa bahasa jepang jika mereka ingin bersekolah. Mindset orang-orang jepang juga terbentuk untuk mematuhi hukum. Begitu hukum A ditetapkan, maka tidak ada masalah untuk hukum tersebut diterima di masyarakat, bisa dilihat contoh sukses hukum pembuangan sampah. Dalam presentasi-presentasi atau pun interview perusahaan yang dihadiri mahasiswa yang sedang dalam posisi mencari pekerjaan, mereka semua selalu mengenakan setelan jas maupun blazer hitam. Bukan karena kewajiban karena tidak ada persyaratan dari perusahaan tersebut, namun karena semua orang mengenakannya.

Saya jadi bingung apakah negara ini bersifat fleksibel atau konservatif. Saya cenderung menilai, mereka menerima segala sesuatu yang menyenangkan dan tidak menyusahkan mereka. Namun, sepertinya trend mulai menunjukkan ke arah flexible dimana pengaruh luar begitu mudah diserap oleh generasi muda sekarang. Saya pribadi berharap Jepang tidak kehilangan identitas asianya di masa depan sehingga image saya terhadap jepang masih tetap sakura, kimono dan kuil.